Berkolaborasi membenahi peta kota

Hari ini (16/5), kami tim Planologi berkolaborasi dengan kolega dari FISIP. Bersama dengan lebih dari 200 perangkat kelurahan dan kecamatan di Kota Semarang membenahi peta administrasi. Perkembangan kota yang menyebabkan perubahan rupa bumi perlu disadari dan diakomodasi dalam updating peta. Dan kami bersama-sama berdiskusi, memandangi layar kaca dan LCD proyektor untuk memastikan peta kami sudah up to date ataukah belum. Kolaborasi apik ini rasanya belum banyak, dan bagi saya sendiri inilah pengalaman pertama.

Bagi anak-anak Planologi, istilah SHP, ArcGIS, Google Earth dan sederet istilah yang lekat dengan dunia peta bukanlah hal asing. Sangat popular, sangat sering kami bicarakan, kami gunakan dan kami ajarkan. Namun bagaimana dengan mereka yang lebih sering mengurusi administrasi kota? Bukan hal umum tentunya. Sama halnya dikala kami dari Planologi diminta mengurus administrasi, tentu kikuk, dan tidak lancar. Ya… ada plus dan minus. Namun yang perlu dipahami adalah tidak semua orang peta paham lokasi, begitu pula sebaliknya orang yang paham lokasi belum tentu paham peta. Inilah alasan kenapa kami harus berkolaborasi.

Bagi kami, orang-orang Planologi, peta merupakan salah satu alat untuk menggambarkan suatu wilayah. Peta adalah data, kurang lebih demikian. Tetapi berbeda bagi mereka di pemerintahan baik yang ada di pusat maupun di daerah. Peta bisa berarti gambaran kewenangan, bisa juga menggambarkan kedaulatan. Ya..kurang lebih demikian diskusi kami berjalan. Dinamisnya diskusi terus mengalir hingga lupa waktu. Semuanya terkendali, sesuai dengan harapan dan berbuah hasil berupa kesepakatan.

Tidak menggunakan software canggih nan mahal. Cukup memanfaatkan google earth dan google map, kami menelurusi setiap jalan, sungai dan gang-gang kampung untuk memastikan itulah batas fisik administrasi yang memisahkan antara satu kelurahan dengan kelurahan lainnya. Penelusuran ini tentu tidak kami lakukan secara nyata, kami cukup memanfaatkan software yang sudah menjadi bagian dari kehidupan kami. Apakah itu sudah cukup? Tidak, tidak jarang kami harus mengecek kondisi lapangan menggunakan fasilitas virtual lainnya, google street view. Biasanya dikala kami kebingungan arah menentukan dimana titik lokasi kantor kelurahan atau kantor kecamatan. Telusuri setiap ruas di zona virtual dan kami dapatkan, terima kasih google.

Ya.. ini adalah evolusi besar dunia peta. Bukan lagi barang eksklusif para pemilik ‘modal’ besar yang mampu membeli GPS atau mungkin citra satelit. Raksasa internet Amerika dengan cuma-cuma membuka aksesnya kepada publik.

Bagaimana kami berkolaborasi?

Seperti yang sudah saya singgung di atas. Mereka yang paham peta belum tentu paham lokasi, sebaliknya mereka yang paham lokasi belum tentu paham peta. Ini menjadi landasan kami bekerjasama. Tim planologi memegang beberapa software, dimana Google Earth menjadi software utama kami bekerja. Para perangkat kelurahan dan kecamatan dipandu oleh rekan-rekan FISIP memandu diskusi dan menunjukkan setiap titik-titik batas di peta. Mereka pasti menanyakan ‘tetenger’ atau penanda batas yang sangat melekat ke collective memory mereka. Tetenger itu sangat mereka tau dan ingat tetapi terkadang tidak tau dimana lokasinya di peta, selanjutnya adalah tugas kami menemukannya. Setelah ketemu, baru mendiskusikan arah, barat-timur, utara-selatan. Arah ini harus disepakati, ke arah kiri artinya ke barat ke arah kanan artinya ke timur, ke atas adalah arah utara dan ke bawah adalah arah selatan. Kesepakatan ini penting untuk mengarahkan kursor mouse saat akan menggeser peta di google earth.

Setelah kesepakatan didapatkan, langkah selanjutnya adalah mendigitasi, menjiplak garis-garis di peta ke dalam garis-garis vektor. Garis hasil ‘jiplakan’ inilah hasil digitasi peta itu. Kenapa harus dijiplak? Jawaban teknis adalah karena kami membutuhkan data vektor yang bisa memberikan informasi mengenai panjang, lebar, dan data lain yang bisa kita tambakan. Kalau peta citra (foto) tidak bisa belum bisa memberikan informasi yang dibutuhkan. Ini domain kami, seorang planolog. Mereka yang berasal dari kelurahan dan kecamatan berperan sebagai penunjuk arah.

Digitasi selesai, tahap selanjutnya adalah membuat kesepakatan dan berita acara. Siapa yang memberikan arahan dan apa yang sudah diputuskan harus bisa diverifikasi. Kurang lebih begitu, berita acara dan penyepakatan bukanlah domain kami. Itu adalah keahlian mereka teman-teman dari Fisip. Nah.. ini menjadi alasan kedua kenapa harus berkolaborasi. Dari pekerjaan ini, rasanya ada sesuatu baru yang bisa dipelajari. Peta adalah alat untuk kami bisa bekerjasama, berkolaborasi dan menyepakati. Dan tidak berlebihan rasanya dikala harus berterima kasih kepada Google.

Advertisement