Membuat peta kerja kolaboratif untuk studio

Tantangan terbesar kuliah online untuk mata kuliah praktik perencanaan (studio) adalah bagaimana bisa melakukan kerja kolaboratif antara mahasiswa-mahasiswa serta mahasiswa-dosen. Kuliah online bukan semata tele-conference atau bertatap muka secara online. Melakukan video call dengan banyak orang dalam 1 waktu yang sama. Bukan hanya itu. Kalau sebatas itu, saya rasa menggunakan aplikasi whatsapp video call saja bisa. Bukan juga menyimpan materi kuliah di suatu portal yang kemudian bisa diakses oleh seluruh mahasiswa. Jika hanya sesederhana ini, saya rasa dropbox ataupun google drive sudah familier dan mampu memberikan layanan itu. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana bisa bekerja kolaboratif baik horizontal yaitu antar mahasiswa dan vertical yaitu dosen-mahasiswa. Khusus mata kuliah studio, kenyataannya mata kuliah ini menuntut proses kolaboratif dan ‘hand made’. Dosen tidak bisa hanya memberikan materi perkuliahan 1 arah. Kita memaparkan suatu materi di depan mahasiswa kemudian selesai. Tidak bisa, kita juga harus mengetahui feedback dari mereka untuk memperkaya penguasaan isu lapangan yang harus diselesaikan menjadi dokumen perencanaan tata ruang. Lagi-lagi kolaboratif, bekerja bersama, bukan hanya mahasiswa yang bekerja, dosennya juga ikut bekerja setidaknya mengarahkan analisis hingga menemukan suatu isu permasalahan dan pada akhirnya memberikan konsep yang tepat. Tidak bisa mahasiswa dilepaskan begitu saja.

Di lingkup tim mahasiswa, mereka juga harus berkolaborasi. Selama ini biasanya mereka mengerjakan bareng di kampus, atau mungkin juga di salah satu kosan mereka. Berdiskusi, membagi tugas atau job desk dan pada akhirnya mengumpulkan setiap tugas yang sudah disepakati kelompok. Lagi-lagi kolaboratif. Jikalau kolaborasi itu sebatas membuat laporan saya rasa bukan menjadi isu besar lagi. Banyak layanan yang sudah bisa dimanfaatkan seperti google docs, microsoft office, WPS dan juga dropbox dokumen. Collaborative authorship ini sebenarnya adalah layanan untuk membuat laporan secara bersama-sama. Satu file laporan yang diakses oleh banyak orang dari tempat yang berbeda kemudian mengetik bareng-bareng di satu file yang sama. Gambar dibawah ini menyajikan contoh collaborative authorship itu.

Collaborative authorship di Microsoft Word 365

Di mata kuliah studio, tentu tidak berhenti di laporan saja. Tetapi labih luas, analisis yang dibagi per aspek, kemudian mereka harus ‘bertemu’ untuk menentukan isu atau persoalan utama gabungan dari setiap aspek, ini hanya contoh kecil yang sangat mudah dilakukan dikala bertemu secara fisik atau offline. Sekarang mereka harus bertemu secara virtual, online dan ‘tidak diijinkan’ untuk bertemu secara fisik karena adanya kebijakan social distancing. Mereka harus berkolaborasi dalam menganalisis, mengeksplorasi wilayah perencanaan, sharing data dan di bagian akhir adalah membuat sebuah laporan bersama-sama.

Interactive mapping di SharePoint

Melanjutkan posting sebelumnya mengenai Microsoft Teams di sini, saya mencoba mengeksplorasi lebih dalam mencari cara agar proses mengenali wilayah perencanaan benar-benar bisa dilakukan bersama-sama dan didokumentasikan di satu laman yang hanya bisa diakses oleh tim studio. Website terbatas, yaitu laman berbasis web yang hanya bisa diakses oleh members proyek/ studio. Bukan website yang sifatnya publik, tetapi ini semi publik. Misalnya dalam satu proyek ada 20 orang, kemudian membuat website untuk proyek itu, maka hanya 20 orang itu yang bisa mengakses web begitupula mengupdatenya. Online class, sebenarnya bukan hanya bicara platform dengan menyiasati pertemuan fisik menjadi pertemuan virtual. Lebih dari itu, tidak ada orang yang bisa di tanya sebelum dan sesudah perkuliahan, maka harus ada selft learning. Belajar sendiri, bersumber dari informasi yang disediakan di website atau di laman yang sudah disediakan sebelumnya. Sebagai contoh, ada sebuah proyek kemudian untuk mengerjakan proyek itu, kita berkolaborasi ada satu tenaga ahli berada di luar negeri, satu tenaga ahli di Bandung dan yang lain berada di kota yang lain juga. Mereka harus bekerja di ruang virtual, kemudian kesepakatan saat meeting ditulis di dalam notulensi virtual. Akan lebih memudahkan kalau notulensi itu ditransformasi menjadi website yang bisa diakses terbatas. Itulah prinsip bagaimana SharePoint dibangun, website terbatas.

Kembali ke mata kuliah studio!. Mata kuliah unik ini mensyaratkan mahasiswa mampu mengeksplorasi potensi dan permasalahan wilayah perencanaan. Artinya mereka harus eksplorasi wilayah perencanaan, survei, observasi, wawancara dan juga kompilasi data sekunder. Akan tetapi, seluruh proses penting itu, tidak bisa dilakukan dalam kurun waktu pendek ini karena adanya coronavirus outbreaks. Mereka harus ‘berdiam diri’ tetapi disisi lain juga harus bekerja untuk kuliah mereka. Termasuk studio. Survei virtual, memanfaatkan open data dan juga peta citra satelit online seperti google earth menjadi alternatif yang harus dipertimbangkan. Sekarang bagaimana mengkolaborasikan temuan-temuan dari setiap mahasiswa ke dalam 1 peta yang sama kemudian diharapkan akan memiliki satu pemahaman yang sama pula. Ada konsensus potensi dan permasalahan atas wilayah perencanaan.

Saya rasa integrasi antara SharePoint – Google My Maps – Microsoft Teams bisa menjawab tantangan ini. Collaborative mapping bisa kita lakukan di google my maps, dengan mengubah seluruh file peta shp kedalam bentuk KML. Kita upload di google drive dan jadilah peta online interactice. Setiap penanda dan juga narasi dibuat secara online kemudian kita embed-kan ke SharePoint, ruang kelas virtual berupa Microsoft Teams memiliki fasilitas integrasi dengan berbagai layanan termasuk SharePoint ini. Kita bisa integrasikan menjadi 1 layanan bersama. Di sini setiap mahasiswa akan melihat, membaca dan bekerja pada satu peta yang sama. One map working.

Collaborative Mapping di Google My Maps

Integrasi SharePoint dengan Teams

Memang sedikit agak panjang prosesnya, kita memerlukan SharePoint karena adanya fasilitas embed peta interaktif ke website semi publik. Kemudian SharePoint sebagai ruang diskusi yang terdokumentasi dan menjadi website tim bisa diembedkan ke Microsoft Teams. Di ruang virtual ini juga kita sebagai pengajar juga bisa memberikan masukan bahkan juga bisa mengeksplorasi secara langsung melalui peta citra satelit yang tersedia. Sehingga peran dosen tidak lagi hanya menerima dokumen print-out diorek-orek kemudian dikembalikan untuk direvisi. Di sini kita bisa melakukan tindakan preventif dan eksploratif lebih dini.

Kolaborasi bekerja dan bekerja ini saya rasa menjadi satu hal yang penting dan menjadi inti dari perkuliahan online, khususnya studio. Saat ini infrastruktur untuk melakukan kerja kolaboratif sudah sangat banyak dan bisa kita lakukan. Work from Home atau Learn from Home saya rasa bukan hanya untuk menyiasati coronavirus outbreaks sekarang ini tetapi ini memang satu ‘sihir’ yang menjadi kenyataan. Saya juga mencoba memanfaatkan collaborative authorship ini untuk melihat siapa saja yang menjadi free riders di dalam kelompok mahasiswa. Memang sudah ada pembagian tugas untuk setiap mahasiswa, tetapi kenyataannya tidak seluruh mahasiswa bekerja seoptimal yang diharapkan. Ada saja mahasiswa yang nggandul alias tidak bekerja, hanya titip nama saja agar di akhir perkuliahan mendapatkan nilai. Tujuan akhirnya adalah NILAI dan bukanlah PENGETAHUAN. Dengan memanfaatkan fitur collaborative working ini diharapkan saya bisa memonitor bagaimana kerja setiap anggota tim.

Advertisement