SPRC model: menata diri untuk adaptasi

SPRC adalah singkatan dari Source, Pathway, Receptor, dan [negative] Consequence. Ini merupakan framework manajemen risiko banjir yang cukup popular dan dipakai oleh berbagai negara. Prinsipnya sederhana yaitu untuk mengurangi risiko banjir maka kita bisa melihat di pola/ model di atas kemudian melakukan proses intervensi. Kita mulai dari SOURCE atau sumber. Untuk mengurangi kerugian akibat banjir maka salah satu alternatif yang dilakukan adalah manajemen di sumber penyebabnya. Ambil contoh banjir sungai, maka sumber yang dimaksud di sini adalah sungai itu. Langkah-langkah yang bisa dilakukan, sebagai contoh adalah melakukan normalisasi sungai, membangun tanggul dan bendungan. Prinsipnya adalah mencegah terjadi luapan air sehingga banjir bisa dihindari. Itu adalah prinsip bagaimana kita melakukan intervensi di bagian sumber bencana agar risiko yang diakibatkan bisa dikurangi atau bahkan justru dihindari.

Selanjutnya adalah PATHWAY atau jalan/ jalurnya. Memutus jalur pertemuan antara sumber bencana (source) dengan penerimanya (receptor) adalah prinsip utamanya. Kembali ke definisi dasar bencana (disaster, dan bukan hazard), bahwa bencana akan terjadi dikala hazard bertemu dengan sistem yang rentan (vulnerable). Pertemuan antara ancaman dengan penerimanya inilah yang harus diputus dengan harapan agar tidak terjadi bencana dan pada akhirnya mengurangi kerugian. Ambil contoh banjir lagi, dikala sumber banjirnya adalah sungai dan air meluap ke dataran (yang lebih rendah), maka sebenarnya kita memiliki peluang untuk memutus pathway tadi di daratan rendah ini. Coba kita bayangkan jikalau dataran rendah ini kosong, tidak ada bangunan (rumah, mall, pabrik, dll) maka kerugian ekonomi tentu akan kecil. Atau coba kita bandingkan areal yang tergenang adalah sawah dengan kawasan industri? kira-kira kerugian ekonominya akan lebih besar mana? Dalam kurun waktu yang pendek tentu tergenangnya kawasan industri akan berdampak tingginya kerugian dibandingkan kalau hanya menggenang di sawah. Itulah fungsi dari pemutusan jalur (pathway) tadi agar kerugian bisa dikurangi atau justru dihindari.

RECEPTOR atau penerima. Ini menjadi tahapan selanjutnya. Bertemunya receptor/ penerima yang rentan dengan sumber bencana merupakan kuncinya. Agar pertemuan ini tidak terjadi, alternatif lainnya adalah manajemen di penerimanya (receptor). Menghindari lokasi banjir adalah solusi dari sisi receptor ini. Berpindah untuk menghindari zona banjir, maka pertemuan langsung antara receptor dengan sumber bencana tidak akan terjadi. Kita bisa ambil contoh dari ilustrasi di paragraf kedua, di atas. Tergenangnya kawasan industri memiliki kerugian lebih besar dibandingkan kalau hanya menggenangi sawah. Jika areal yang memang sering tergenang adalah kawasan industri maka salah satu solusinya adalah memindahkan pabrik-pabrik ke zona yang lebih aman. Tentu ada kalkulasi untung dan ruginya sebelum solusi itu diterapkan. Hindari bencana sama dengan hindari masalah adalah princip dasar bagaimana receptor berperan penting di dalam manajemen risiko banjir.

CONSEQUENCE, konsekuensi yang bersifat negatif yaitu kerugian, termasuk kerugian jiwa. Memprediksi apa saja konsekuensi dari kejadian banjir akan lebih memberikan gambaran bagaimana manajemen risiko bisa ditangani lebih baik. Apakah konsekuensi jangka pendek atau justru jangka panjang, siapa yang paling terdampak dan sebagainya. Itu semua adalah bagian dari kita mempertimbangkan konsekuensi banjir di dalam manajemen risiko.

Lebih jauh, tentu bagi para planolog akan terus terpikirkan fungsi dan peran tata ruang. Tidak salah, memang benar. Tata ruang memiliki peran yang sangat penting di sini selain ‘hanya’ membangun tanggul yang sifatnya generic dan instant. Setidaknya tata ruang bisa menjadi pemotong antara sumber bencana dengan penerimanya dengan mengalokasikan ruang-ruang ‘kosong’ untuk menampung limpahan air sungai. Tanah kosong ini bukan serta merta tidak dikelola atau tidak difungsikan melainkan bisa juga dimanfaatkan untuk pertanian dan juga peternakan. Di situ fungsi tata ruang sebagai dokumen mitigasi dengan menyediakan room for water. Ini juga yang dilakukan di Inggris melalui program space for water dan juga di Belanda melalui program room for river. Intinya adalah menyediakan ruang-ruang penampungan air. Selain itu, tata ruang sebenarnya juga bisa berperan sebagai dokumen untuk mengelola receptor tadi. Siapa harus berlokasi dimana? – itu prinsipnya. Menata diri untuk beradaptasi.

Advertisement