Remote supporter, new normal dunia kerja

Kamu ada dimana dan sedang mengerjakan apa? – Rasanya jarak antar benua sudah bukanlah ‘real destination’ yang diukur dalam satuan kilometer atau berapa jam waktu tempuh pesawat, tetapi seberapa besar kemanfaatan dan produktivitasnya. Tetap saja bekerja meskipun virtual, tetap bisa saling support dalam gawean. Teknologi yang dulu mungkin hanyalah mimpi, tetapi sekarang benar-benar terwujud. Produktivitas dan target gawean tetap terjaga, tinggal manajemen waktu dan manajemen diri saja, itu menjadi pekerjaan selanjutnya yang never ending. Terus berkembang, terus beradaptasi dan terus memperbarui.

Bagaimana kita menyikapinya? itu menjadi pertanyaan yang patut diberikan untuk setiap individu selanjutnya. Apakah akan menjadi generasi itu, yang nggumunan dan terus menanti teknologi-teknologi terbaru, atau apakah menjadi generasi ini, yaitu pengguna teknologinya atau justru generasi di sana yang selalu ‘mengomentari’ setiap kemajuan teknologi. Semua akan kembali ke setiap diri sendiri untuk menilai, menyikapi dan kemudian beradaptasi. Teknologi sebagai bagian dari kebudayaan kemajuan peradaban manusia adalah keniscayaan, itu juga yang menjadikan masyarakat bumi berevolosi.

Sama halnya dikala menempuh pendidikan akhir ini, setahun di negeri little netherland ketimbang benar-benar di negeri tulip. Dan itu bisa, bisa berjalan dan tetap bisa menghasilkan apa yang disebut dengan pembelajaran, tetap bisa belajar akses data bahkan hingga mendapatkan fasilitas digital selayaknya berada di jaringan internal kampus. Itu semua bisa dilakukan saat ini dan tentunya angkat topi kepada para pahlawan-pahlawan teknologi, inovator yang mungkin saja tidak tidur dikala kita pulas dengan mimpi indah di atas kasur. Mereka bekerja untuk perubahan peradaban.

Saya rasa ini hanya salah satu contoh saja, diskusi dan ‘asistensi’ untuk saling check-recheck reakreditasi jurnal yang memang sudah harus masuk ke tahap baru. Hanya butuh ‘mata keempat’ agar apa yang sudah ditargetkan benar-benar ada dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh administrasi SOP.

Lima tahun lalu, proses ini juga dilakukan dengan cara berbeda. Menggelar rapat, komputer tercolok ke LCD Proyektor lengkap dengan teh manis dan berbagai snack aneka rasa. Seluruh editor datang bahkan mungkin saja para bos-bos departemen juga membuka rapat lengkap dengan seremoni formalnya. Sekarang cukup 30 menit, dilakukan oleh para pekerja proletar dengan bantuan asisten bernama zoom software. Sudah berubah, dan akan terus berevolusi. Teknologi menjadi spesies baru yang akan menjadi teman dan sekaligus musuh baru bagi sebagian yang tidak mau mengikutinya.

Remote supporter, bukan pemain utama bukan juga pemain cadangan. Hanya supporter yang membawa tulisan di kursi penonton sambil teriak ‘ ayo masukkan bola ke gawang’. Ayo..ayo..dan ayo.. Ikut menjadi pemenang dikala tim yang didukung menjadi pemenang, dan ikut kalah dikala memang tidak sesuai harapan. Itulah peran supporter, dan itu sekarang bisa secara virtual. Di sini bukanlah pemain utama, yang utama adalah dia yang setiap hari login dan utak-atik manuskrip untuk kebaikan orang lain juga. Menjadikan artikel orang lain readable dan sesuai dengan standar jurnal terakreditasi, terkadang juga harus menjawab setiap email dan whatsapp yang datang tanpa jadwal regular. Bisa siang, pagi, sore, malam tidak tentu waktu. Tidak jarang isinya adalah berupa ‘tagihan’ menanyakan ‘kapan terbit?’. Kadang isinya juga berupa ucapan terima kasih atas keberhasilan mendapatkan posisi tertentu berkat artikel yang sudah terbit di jurnal yang kami tangani. Ikut senang.

Supporter bukan lagi ‘rekan kerja’ seprofesi tetapi redaksi jurnal itu sendiri juga berperan sebagai supporter akan kesuksesan dan capaian orang lain. Kami hanya asisten atas upaya capaian anda-anda yang ingin meniti tangga lebih tinggi. Ada sidik jari kami di setiap huruf artikel yang anda terbitkan tanpa mencantumkan nama kami sama sekali di penulis pendamping ataupun di bagian acknowledgment, tapi itulah pekerjaan. Dan itu adalah normal, memang semestinya begitu. Sama halnya dengan para tentara yang bekerja bukan hanya dengan tenaga dan kecerdasannya tetapi juga dengan nyawanya. Kita berada di entitas yang berbeda namun saling terhubung demi apa yang disebut dengan peradaban. Kemajuan atas inovasi dan kreativitas manusia.