Menyikapi similarity index tinggi di turnitin

“Turnitin does not check for plagiarism in a piece of work, Instead, we will check a student’s work againts our database, and if there are instance where a student’s writing is similar to, or matches againt, one of our sources, we will flag this for you to review”

Turnitin.com

Kutipan di atas saya ambil langsung dari website turnitin.com, tepatnya di pembahasan mengenai bagaimana cara menginterpretasi kesamaan (similarity). Di lamannya, interpreting the similarity report, turnitin yang selama ini menjadi salah satu alat pencegah plagiasi menjelaskan apa yang harus kita lakukan untuk menyikapi similarity index. Turnitin sendiri mengatakan bahwa alat ini bukan mengecek plagiat, tetapi mengecek kesamaan yang kemudian memberikan nilai skor untuk selanjutnya memerlukan proses review. Yang perlu ditekankan di sini adalah kesamaan (similarity) tidak bisa serta-merta diterjemahkan sebagai plagiat. Perlu di cek atau direview terlebih dahulu. Review, review dan review kembali sebelum membuat kesimpulan ‘mahasiswa ini melakukan plagiat ataukah tidak’. Artinya tidak boleh langsung menyimpulkan plagiat hanya dari skor indek kesamaan. Menjadi pertanyaan selanjutnya adalah “apakah mungkin jika kita menemukan indek kesamaan tinggi namun tidak melakukan plagiat?” – Jawaban atas pertanyaan ini menjadi tujuan tulisan ini saya buat. Kita harus membaca, menganalisis dan kemudian menginterpretasikan setiap temuan kesamaan. Seorang guru/ dosen jangan hanya menjadi turnitin readers tetapi jadilah turnitin analyzer dan turnitin interpreter. Kalau hanya menjadi readers, maka skor yang muncul di turnitin itulah yang dia baca. Sangat disayangkan jika skor kesamaan itu yang menjadi dasar membuat suatu keputusan atau kebijakan ke mahasiswa. Ojo kesusu membuat statement: kamu melakukan plagiat. Tahap lanjut setelah membaca adalah menganalisis dan menginterpretasikan. Review dulu, apakah benar besarnya indek kesamaan didapatkan dari menjiplak karya orang lain? – baru setelahnya vonis plagiat/ tidak bisa diberikan. ‘Plagiat’ merupakan kata yang sangat sensitif bagi warga kampus baik dosen maupun mahasiswa. Sama halnya dengan istilah ‘mal praktek’ bagi seorang dokter. Secara professional, seorang dokter yang dituduh melakukan mal praktek pasti sebelumnya telah dilakukan proses investigasi kemudian disimpulkan apakah benar mereka melakukan kesalahan prosedur kerja. Jangan hanya karena ada seorang pasien yang meninggal dunia disaat ditangani seorang dokter, kemudian kita menuduh: “pasien yang dirawat dokter itu meninggal, pasti dokternya mal praktek“. Tidak bisa seperti itu, ini justru menjadi mal logic. Sama halnya dengan plagiasi, “artikel yang ditulis oleh mahasiswa ini memiliki similarity tinggi banget, pasti dia melakukan plagiat?” – belum tentu, investigasi terlebih dahulu baru bisa menyimpulkan.

Sebelum membahas lebih dalam, kita review terlebih dahulu definisi plagiat. Di Indonesia, arti plagiat mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Di pasal 1 ayat 1 disebutkan “plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai”. Sedangkan orang yang melakukan plagiat disebut sebagai plagiator. Ada beberapa unsur yang harus kita perhatikan dari definisi itu, yaitu:

  1. Ada perbuatan yang dilakukan baik secara sengaja ataupun tidak sengaja. Artinya disini tidak ada toleransi disaat seseorang mengaku ‘maaf saya tidak sengaja melakukan plagiat’. Termasuk dikala mengambil suatu pernyataan tertentu kemudian ‘lupa’ tidak mencantumkan sumber kutipan, tetap termasuk menjadi bagian dari tindakan tercela ini.
  2. Memperoleh kredit atau nilai untuk karya ilmiah dari sebagian atau seluruh karya ilmiah dari pihak lain. Ditujukan untuk mendapatkan kredit & nilai atau pengakuan atas suatu karya yang dianggap miliknya. Pengambilan kalimat, pernyataan, rumus, kode script suatu software tetap dianggap sebagai tindakan plagiat jika ditujukan untuk mendapatkan kredit/ nilai dan pada akhirnya adanya pengakuan kepemilikan.
  3. Tidak melakukan atributisasi atau menyatakan sumber secara tepat dan memadai. Termasuk salah kutip. Misalnya kita mengutip karya miliknya si Fulan tetapi di kutipan dan di daftar pustaka di tulis si Wulan.

Itu beberapa unsur plagiat yang saya turunkan dari peraturan menteri. Kemudian apa kaitannya dengan similarity index?. Disaat kita menemukan artikel seseorang dengan indek kesamaan tertentu, kita harus menyadari ada sesuatu yang harus diperhatikan. Sekali lagi jangan langsung menyimpulkan bahwa besarnya indek kesamaan adalah besarnya nilai plagiasi. Ada beberapa pola yang bisa kita pelajari dari munculnya indek kesamaan yang selama ini dikeluarkan oleh turnitin. Merujuk dari laman website turnitin.com mengenai the plagiarism spectrum, berdasarkan survei di seluruh dunia terhadap 900 di pendidikan menengah dan pendidikan tinggi ditemukan 10 tipe plagiasi, yaitu:

  1. Clone, Mengambil karya orang lain, kata demi kata, sebagai karya seseorang. Sebagai contoh saya mengambil karya Pak B, yang kemudian saya ganti nama menjadi nama saya. Tidak ada perubahan sama sekali baik dari judul, isi hingga kesalahan titik – komapun dipertahankan.
  2. Ctrl + C, Berisi bagian teks yang signifikan dari satu sumber tanpa ada perubahan. Hampir sama dengan clone (No. 1) yaitu bersumber dari 1 karya ilmiah yang kemudian diubah sedikit agar terlihat berbeda. Biasanya perubahan hanya dilakukan di kata penghubung atau kata depan untuk mengecoh guru.
  3. Find – Replace, Mengubah kata dan frasa kunci tetapi tetap mempertahankan konten penting dari sumber. Biasanya dilakukan dengan cara mengganti/ replace kata-kata kunci. Sebagai contoh mengganti kata ‘kota’ di dalam text menjadi ‘wilayah perkotaan’. Akan memiliki susunan kalimat yang relatif berbeda, namun sebenarnya tetap saja sama.
  4. Remix, Parafrase dari berbagai sumber, dibuat agar terlihat cocok bersama. Seperti melakukan kliping, yaitu mengambil informasi dari berbagai media yang terpublikasi di Internet kemudian di kompilasi/ remix menjadi satu produk text tanpa menyebutkan sumber.
  5. Recycle, Meminjam dengan murah hati dari karya penulis sebelumnya tanpa kutipan. Biasanya dengan cara tetap menyebutkan penulis sebelumnya namun tidak mengutipnya dengan benar, begitupula di daftar pustaka tidak di tulis. Ada proses parafrase tetapi ide kalimat tetap sama dari penulis utamanya dan tidak melakukan proses pengutipan.
  6. Hybrid, Menggabungkan sumber yang dikutip sempurna dengan bagian yang disalin tanpa kutipan. Menyisipkan karya orang lain tanpa memberikan kutipan.
  7. Mashup, Mencampur materi yang disalin dari berbagai sumber.
  8. 404 error, Termasuk kutipan ke informasi yang tidak ada atau tidak akurat tentang sumber. Begitupula dengan artikel text, kita membuat kutipan dengam merujuk pada suatu sumber tertentu, namun sumber tersebut tidak ditemukan.
  9. Agregator, Memasukkan kutipan yang tepat tetapi artikel yang ditulis hampir tidak mengandung karya asli.
  10. Re-tweet, Bisa membuat kutipan yang tepat, tetapi terlalu bergantung pada teks asli dan juga struktur text.

Menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah kita bisa menentukan tipe plagiasi hanya dengan melihat skor kesamaan? – Tidak bisa! kita harus mereview setiap artikel yang kita duga hasil plagiasi. Skor kesamaan hanya menunjukkan persentase tingkat kesamaan antara satu artikel dengan artikel lain. Yang harus kita perhatikan selanjutnya adalah, apakah tingginya indeks kesamaan karena proses plagiat? ataukah ada unsur lain. Saya memberikan contoh artikel di bawah ini yang memiliki nilai kesamaan sangat tinggi, 97%. Dengan melihat nilai kesamaan, apakah kita bisa langsung menyimpulkan bahwa tipe plagiasi yang dilakukan penulis adalah clone? atau mungkin agregator? atau bisa saja hybrid? – Jika kita hanya sebagai turnitin readers dengan melihat skor kesamaan tinggi seperti ini akan secara langsung membuat kesimpulan plagiasinya parah banget, 97%. Benar-benar moral hazard yang tidak boleh ditoleransi. Apakah benar begitu?

Jangan berhenti menjadi turnitin readers, saatnya kita meningkatkan level kita. Kita coba analisa. Artikel di atas memiliki kesamaan 97% dengan pembagian: (1) Sebesar 95% kesamaan berasal dari student paper yang disubmit di universitas A, kemudian (2) ada 1% juga berasal dari student paper yang disubmit di universitas B, (3) kurang dari 1% juga berasal dari student paper yang disubmit di universitas C, Sedangkan (4) sebesar < 1% berasalah dari salah satu penulis lain. Ada 4 sumber yang diduga sebagai rujukan utama penulis melakukan tindakan plagiasi. Kemudian jika di lihat dari komposisi artikel dari judul, nama penulis & afiliasi, abstrak hingga body text ternyata mengacu pada salah satu primary source yang sama yaitu No. 1: Student paper submitted to Universitas A. Apakah plagiasi yang dilakukan merupakan tipe clone, yaitu mengambil karya orang lain, kata-demi-kata, dan diklaim sebagai karya penulis yang submit? Jawabannya adalah TIDAK. Kembali ke definisi plagiasi yaitu adanya perbuatan mengambil karya orang lain tanpa melakukan pengutipan yang benar. Ada karya orang lain yang diklaim sebagai karya seseorang. Di kasus artikel di atas, nama penulis dan afiliasinya juga ikut di COPY-PASTE, ikut dijiplak. Apakah mungkin seorang penulis menjiplak karyanya sendiri? Tentu saja tidak. Seluruh sumber penjiplakan komposisi artikel berasal dari satu sumber yang sama yaitu student paper submitted to Universitas A.

Kenapa ini bisa terjadi? Ada double upload ke server database turnitin. Artikel telah diupload di turnitin dengan mode standars paper repository, kemudian setelah beberapa waktu artikel yang sama diupload ke turnitin (bisa mode yang sama atau mode no repository). Yang terjadi adalah artikel ke-2 menscan artikel pertama yang sebelumnya sudah diupload di turnitin baik oleh akun turnitin yang sama atau oleh akun yang berbeda. Menjawab pertanyaan saya di atas “apakah mungkin jika kita menemukan indek kesamaan tinggi namun tidak melakukan plagiat?” – sangat mungkin, yaitu dikala ada double upload ke server turnitin dimana salah satu mode yang digunakan adalah standard paper repository. Jadi mari kita tidak hanya menjadi turnitin readers, tetapi lebih dari itu, jadilah turnitin analyser dan turnitin interpreter. Bersikaplah dewasa atas hasil scan turnitin.